Perhatian Khalifah Umar
Memanggul Karung Demi Rakyat yang Kelaparan
Suatu
hari Khalifah Umar bin Khattab berjalan menyusur ke arah Harrah, sebuah tempat
di pinggiran kota Madinah. Kala itu dia ditemani oleh budaknya, Aslam. Dalam
perjalanan itu mereka melihat ada sebuah perapian kecil yang jaraknya lumayan
jauh dari tempat Umar berdiri. Umar menduga, perapian tersebut dibuat oleh
kafilah yang belum sempat masuk kota dan memutuskan bermalam di tenda padang
pasir karena malam telah tiba. Umar dan Aslam pun lantas mendekati tenda itu.
Sepertinya
Umar salah menduga. Ketika sampai di sana, hanya didapati seorang ibu dan
beberapa anaknya yang sedang menangis. Sang ibu tampak memasak air di
atas api. Melihat itu, Umar mengucap salam dan meminta izin mendekatinya.
“Mengapa
anak-anak ini menangis?” tanya Umar.
“Karena
mereka lapar,” jawab ibu itu.
“Apa
yang ada dalam panci?” tanya Umar lagi.
“Hanya
air untuk menenangkan anak-anak, agar mereka cepat pergi tidur dengan
merasa yakin bahwa makanan sedang dipersiapkan untuk mereka . Ah! Allah
akan menghakimi antara Umar dan aku pada hari kiamat, karena mengabaikanku
dalam kesusahan, ” jawab ibu itu dengan nada kesal.
Seketika
Umar menangis. Lalu, dia melanjutkan pertanyaannya,
“Semoga
Allah merahmati Anda. Bagaimana Umar bisa mengetahui penderitaan Anda?”
“Ketika
dia Amir kami, dia harus menjaga dirinya (untuk mengetahui) informasi tentang
kami,” tukas sang ibu.
Mendengar jawaban itu, Umar langsung mengambil keputusan. Dia
dan Aslam kembali ke kota dan langsung menuju ke baitul
maal. Dia mengambil karung yang diisi dengan tepung, kurma, lemak,
pakaian, dan sejumlah uang. Ketika semua karung sudah siap, dia meminta Aslam
untuk menaikkan bawaan itu ke punggungnya dan berencana segera kembali ke tenda
keluarga ibu yang kelaparan tadi.
“Jangan Amirul Mukminin. Aku
akan membawa karung ini,” cegah Aslam.
“Apa?
Maukah kamu menanggung bebanku pada hari kiamat? Saya harus membawa karung ini,
karena aku yang akan ditanya (di akhirat) tentang wanita ini,” tegas Umar.
Aslam
pun mengurungkan niatnya membantu Umar. Dia hanya membuntuti Umar yang berjalan
dengan cepat dengan memanggul karung. Setelah sampai tenda, Umar menaruh
sedikit tepung, beberapa kurma, dan lemak pada panci lalu dimasaknya di atas
api. Dia juga meniup dengan mulutnya agar api makin menyala. Sampai-sampai,
asap api itu mengenai jenggot Umar.
Tidak
seberapa lama matanglah makanan buatan Umar. Keluarga itu pun makan bersama.
Anak-anak mulai menghentikan tangisannya dan berubah riang. Umar membuat
makanan itu sedikit lebih banyak, agar keluarga tersebut bisa menikmatinya
untuk waktu makan berikutnya. Begitu juga ibu dari anak-anak itu sangat
menyukuri nikmat yang diterimanya.
“Semoga
Allah memberimu pahala atas kebaikanmu. Bahkan Anda layak untuk menggantikan
Khalifah, bukannya Umar,” ucap wanita tersebut tanpa mengetahui Khalifah
Umar-lah yang diajaknya bicara sejak dari awal bertemu.
“Ketika
Anda datang untuk melihat Khalifah, Anda akan menemukan saya di sana,” jawab
Umar.
Lalu,
Umar duduk sebentar dan memandang ke arah anak-anak. Sesudah itu Umar
kembali ke Madinah.
“Apakah
kamu tahu mengapa aku duduk di sana, Aslam? Aku telah melihat mereka menangis
dalam kesusahan. Aku suka melihat mereka tertawa dan bahagia untuk beberapa
waktu,” ucap Umar pada Aslam di tengah perjalanan pulang.
Sumber:
http://www.muslimdaily.net/artikel/santai/khalifah-umar-memanggul-karung-demi-rakyat-yang-kelaparan.html